Posts from the ‘Budaya’ Category

DULU DILARANG DI ARAB SAUDI, KINI DIPERBOLEHKAN

Satu-persatu peraturan di Arab Saudi mulai dilonggarkan. Sebelumnya Arab Saudi dikenal memiliki peraturan yang sangat ketat, khususnya bagi wanita.

Arab Saudi memang kerap mendapat kritikan dari negara lain, terutama soal pembatasan hak dasar wanita.

Kini peraturan-peraturan ketat tersebut mulai longgar. Hal ini dilakukan semenjak Pangeran Muhammad bin Salman al Saud memiliki rencana menjadikan Arab Saudi sebagai negara Islam moderat.

Berikut peraturan-peraturan Arab Saudi yang dicabut:

1.Cabut Aturan Wanita Harus Izin Pria Jika Bepergian

Pemerintah Arab Saudi mencabut aturan wanita harus mendapat izin dari pria jika ingin bepergian ke luar negeri. Keputusan ini juga sekaligus mengakhiri masalah mengenai sistem perwalian Saudi. Rencananya keputusan ini dilakukan tahun ini.

Keputusan pencabutan peraturan dilakukan setelah aplikasi pengontrol istri buatan pemerintah Arab Saudi dikecam masyarakat. Aplikasi bernama Absher itu sebenarnya berfungsi sebagai alat pengontrol.

Jadi para pria bisa mengontrol istri atau kerabat mereka melalui smartphone. Masyarakat meminta aplikasi tersebut dihapus dari Google Play Store dan App Store pada Apple.

Selama peraturan ini masih berlaku, wanita harus meminta izin dari wali laki-laki untuk menikah, bekerja bahkan bepergian ke luar negeri. Namun, peraturan yang akan dihapus adalah izin bepergian saja.

2.Cabut Larangan Panggilan Whatsapp dan Skype

Arab Saudi mencabut larangan untuk penggunaan Whatsapp, Skype dan beberapa aplikasi lainnya pada 2017 lalu. Sebelum larangan ini dicabut, Arab Saudi sempat melarang panggilan melalui internet atau Voice Over Internet Protocol (VOIP).

Peraturan penggunaan internet seperti itu bisa membatasi ruang gerak masyarakat Saudi dan ekspatriat untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Menurut pemerintah Arab Saudi, larangan tersebut sudah ada tahun 2013 untuk melindungi masyarakat dari efek negatif yang merugikan kepentingan publik.

Namun semenjak aplikasi internet berkembang yang berimbas pada perdangan internasional, akhirnya pemerintah mencabut larangan itu untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

“Transformasi digital adalah salah satu langkah awal bagi ekonomi Saudi, karena akan memberi insentif pada pertumbuhan bisnis berbasis internet, terutama di industri media dan hiburan,” kata pihak kementerian informasi Arab Saudi.

3.Larangan Mengemudi Juga Dicabut

Setelah beberapa dekade, pemerintah Arab Saudi akhirnya mencabut larangan mengemudi bagi kaum hawa pada 2018. Ini bagian dari program Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman memodernisasi beragam aspek dalam masyarakat Arab Saudi.

Setelah peraturan resmi ini diberlakukan, para wanita langsung membanjiri jalanan mulai tengah malam. Mereka mengemudi mengitari jalanan di Riyadh, Arab Saudi.

Tak hanya itu saja, Arab Saudi juga sudah menerbitkan surat izin mengemudi (SIM) untuk wanita. sebelum mereka mendapat SIM, terlebih dahulu melakukan tes praktik.

4.Wanita Boleh Menonton Bioskop

Kementerian Penerangan Arab Saudi mengumumkan layar lebar atau bioskop mulai dibuka untuk umum di Ibu Kota Riyadh pada 18 April 2018. Kementerian juga mengatakan pada 2030 nanti diharapkan sudah ada 350 bioskop dengan 2.500 layar di sejumlah kota.

Pertama kalinya bioskop dibuka di Saudi setelah 35 tahun. Untuk diketahui, bioskop dilarang di Arab Saudi sejak awal 1980-an lantaran tekanan dari kelompok Islamis yang beraliran konservatif. Demi menjaga moral, setiap film di bioskop nantinya akan menjalani proses sensor.

Pemerintah Saudi menargetkan ada 40 bioskop di 15 kota dalam lima tahun mendatang. Tidak seperti tempat publik lain di Saudi, di dalam bioskop nanti tidak akan ada pemisahan antara kaum perempuan dan laki-laki.

5.Boleh Menonton Bola di Stadion

Wanita di Arab Saudi akhirnya diperbolehkan menonton di stadion olahraga untuk pertama kalinya pada 2018. Sebelumnya, Arab Saudi melarang wanita memasuki arena olahraga.

Negara tersebut memberlakukan peraturan yang ketat, dengan memisahkan antara wanita dan pria di masyarakat.

“Pertandingan pertama yang akan diizinkan wanita menonton adalah al-Ahli versus al-Batin pada hari Jumat 12 Januari,” kata pernyataan kementerian informasi.

Barakalloh

SAMAR-SAMAR SITI JENAR

Sosok guru yang banyak dibicarakan namun tak diketahui dari mana dia berasal.

Adegan pemenggalan Syeikh Siti Jenar. (Film Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar, 1985).

Tanggal 5 bulan Ramadhan, hari jumat, tahun Wawu, berlangsung sebuah sarasehan di Giri Kedhaton, kediaman Sunan Giri I. Delapan orang wali utama -minus sunan Kudus yang absen tanpa kabar- datang dalam sarasehan yang membahas mulai dari masalah makrifat hingga etika hidup itu.

Kedelapan wali itu antara lain seperti Sunan Mbonang, Sunan Gunungjati, Pangeran Mojoagung, Sunan Kalijaga, Syekh Bentong, Maulana Maghribi, Syekh Lemah Abang, dan Pangeran Giri Gajah,

Sarasehan yang semula tenang, berubah gaduh.

“Aku inilah Tuhan. Mana yang lain. Ya tidak ada yang lain selain aku ini,” ujar Syekh Lemah Abang.

“He..apakah yang Anda maksud jasmani Anda ini?,” tanya Maulana Maghribi.

“Jangan ikuti pikiran itu. Nanti kamu dihukum mati,” terang Sunan Gunungjati.

Syekh Lemah Abang pun angkat kaki meninggalkan majelis itu sembari berkata,”Nah, mana lagi yang lain, jangan kira ada duanya!”.

Cuplikan sarasehan tersebut tersua dalam kropak Ferrara, sebuah naskah dari abad 16, yang kemudian diterjemahkan oleh G.W.J Drewes menjadi An Early Javanese Code of Muslim Ethics, oleh GJH Drewes lalu dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia oleh Wahyudi dengan judul Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah.

“Siti Jenar adalah nama yang disematkan oleh Walisongo ketika drama eksekusi,” ujar Ki Herman Sinung Janutama, penulis buku Pisowanan Alit, kepada Historia.

Dalam kropak Ferrara itulah nama Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar atau Syekh Siti Brit dituliskan namun tak mencantumkan siapa Syekh Siti Jenar itu sebenarnya. Asal-usulnya masih gelap.

M.B. Rahimsyah dalam Biografi & legenda Wali Sanga dan para ulama penerus perjuangannya, terbit 1997, secara tegas menuliskan bahwa Syekh Siti Jenar bernama asli Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta. Leluhur Syekh Jabaranta ini adalah Syekh Abdul Malik yang menikahi seorang anak penguasa dan bergelar Asamat Khan.

Dari perkawinan itu, ia mendapat putra Maulana Abdullah. Maulana Abdullah memiliki beberapa anak, diantaranya Syekh Kadir Kaelani. Ia pun menurunkan putra lagi yang bernama Syekh Datuk Isa dan mukim di Malaka. Datuk Isa memiliki dua anak, salahsatunya Syekh Datuk Soleh. Datuk Soleh inilah, menurut Rahimsyah, merupakan bapak Syekh Siti Jenar.

“Namun penulis ini tidak mencantumkan daftar pustaka dalam bukunya, dan barangkali sumber yang banyak disitir adalah buku karangan Sosrowidjoyo,” tulis Hasanu Simon dalam Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa.

Lain lagi pendapat Abdul Munir Mulkhan dalam Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa. Menurutnya, Syekh Siti Jenar berasal dari Cirebon dan bernama asli Ali Hasan atau Syekh Abdul Jalil. Ia berayah seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu.

Satu waktu, Resi Bungsu marah kepada si anak dan mengutuknya menjadi cacing. Dari situ, pengembaraannya dimulai, salahsatunya dengan menguping wejangan Sunan Mbonang kepada Sunan Kalijaga tentang ‘ilmu luhur’.

“Jadi perkara eyang Kajenar atau eyang Siti Jenar atau Jene, nama-namnya itu digunakan untuk tempat tinggal raja-raja Jawa,” ujar Sinung.

Gedhong Jene, tulis Sabdacarakatama dalam Sejarah Keraton Yogyakarta, terletak di sebelah utara bangsal Prabasuyasa, dinamakan Gedhong Jene karena pagar batu batanya dicat kuning dan atap bentuk limasan membujur ke utara, serambi luar sebelah timur susun dan pintu dahulunya warna putih yang sekarang berwarna kuning muda

Permulaan abad 20, Panji Notoroto atau Sosrowijoyo, membuat tulisan berjudul Siti Jenar. Ia, catat Hasanu Simon, adalah bekas penewu atau kepala distrik di Ngijon, Yogyakarta. Diceritakan, selepas menjadi penewu, ia berguru ke beberapa orang saleh, m@kaefotaulai dari Pacitan hingga Betawi.

Setelah pengembaraan, ia kembali ke Yogyakarta, dan menulis beberapa buku, selain Siti Jenar, seperti Serat Bajanullah dan Kancil Kridamartana. Karya Sosrowijoyo ini kemudian semakin terkenal sejak perguruan kebatinan yang ia dirikan, Nataratan, mendapat banyak murid.

Murid-muridnya antara lain Ki Padmosusastro, lalu ada ahli sastra Jawa yang bernama Ki Wignyohardjo dan pemimpin redaksi Ari Warti Djawi Kanda yaitu Martodarsono.

Ki Wignyohardjo, murid Notoroto juga mengeluarkan buku Serat Siti Jenar namun memuat nama R. Sosrowijoyo sebagai penulis. Buku ini semakin populer setelah kawannya, Harjosumitro -pemimpin redaksi Ari Warti Sedya Tama di Yogyakarta- turut mempopulerkannya.

Isi buku ini, catat Hasanu Simon, jauh lebih panjang dari kropak ferrara sehingga isinya menjadi aneh-aneh termasuk perdebatan murid Syekh Siti Jenar dengan utusan Demak, perilaku murid-muridnya, dan di seputar kematiannya.

“Sunan Drajad malah bikin gamelan yang diberi nama Singomengkok yang berarti anjing. Sunan Drajad sendiri adalah murid eyang Jenar. Gamelan ini dibuatnya untuk memuliakan beliau,” ujar Sinung. “Selamanya (Siti Jenar, red.) akan terus tersembunyi,” tambahnya.

Asal-usul Syekh Siti Jenar tak pernah jelas. Publikasi yang pernah terbit pun seperti tidak dibuat tuntas. Tetap menjadi misteri yang digemari.

@kaefota
source

MIGRASI MUSLIM CINA KE NUSANTARA

Orang-orang Tionghoa muslim yang datang ke Nusantara karena melarikan diri dari Cina. Mengapa mereka kabur?

Lukisan muslim Cina sekitar tahun 1800 karya Julien-Léopold Boilly. (wikimedia).

LAMPIRAN XXXI berjudul “Peranan Orang2Tionghwa/Islam/Hanafi Didalam Perkembangan Agama Islam Di Pulau Djawa, 1411–1564” pada buku Tuanku Rao karya Mangaradja Onggang Parlindungan yang menjadi rujukan utama orang-orang yang meyakini Wali Songo merupakan ulama berdarah Tionghoa itu, dimulai dengan pernyataan begini:

“… betapa besarnja pengaruh dari Orang2Tionghwa/Muslim/Hanafi didalam perkembangan Agama Islam di Asia Tenggara, di zaman Ming Dynasty (= 1368–1645) umumnja, dan di waktu Laksamana Hadji Sam Po Bo (= 1405–1425) chususnja. Peranan itu antara lain dapat dipeladjari dari buku „Ying Yai Sheng Lan” karangan Hadji Mah Hwang pada tahun 1416, buku „Tsing Tsa Sheng Lan” karangan Hadji Feh Tsing pada tahun 1431, dan sangat banjak lagi buku2 serupa itu karangan Hadji2 Orang2Tionghwa. Untuk dapat mempeladjari buku2 itu …, tentulah perlu terlebih dahulu dipeladjari Tulisan Tionghwa dan Bahasa Tionghwa, tjabang-pengetahuan jang disebut “Sinology”.”

Padahal, berulang-ulang saya membaca Ying Yai Sheng Lan dan Tsing Tsa Sheng Lan versi “Tulisan Tionghwa dan Bahasa Tionghwa”, sama sekali tak menemukan adanya keterangan soal “besarnja pengaruh dari Orang2Tionghwa/Muslim/Hanafi didalam perkembangan Agama Islam di Asia Tenggara” –baik di periode pemerintahan dinasti Ming, maupun di era “Laksamana Hadji Sam Po Bo” alias Cheng Ho– seperti yang digembar-gemborkan sejarawan Batak tersebut.

Untuk diketahui, di antara beberapa daerah di Asia Tenggara yang disebut Ying Yai Sheng Lan, cuma Jawa saja (dalam hal ini merujuk wilayah kekuasaan Majapahit yang mencakup Palembang) yang dinyatakan mempunyai banyak orang Tionghoa asal Guangzhou di Provinsi Guangdong dan Quanzhou di Provinsi Fujian yang menganut Huihui jiao men –demikian agama Islam diistilahkan. Akan tetapi, tak ada sebesar biji zarah pun informasi mengenai mazhab apa yang diikuti mereka.

Tsing Tsa Sheng Lan malah tak menuliskan Islam dan/atau muslim barang satu huruf pun!

Dan lagi, saya belum menemukan –kalau memang bukan tak ada– “karangan Hadji2Orang2 Tionghwa” perihal “besarnja pengaruh dari Orang2 Tionghwa/Muslim/Hanafi didalam perkembangan Agama Islam di Asia Tenggara” yang kata Parlindungan “sangat banjak”.

Hingga kini, “buku2 serupa” plus semasa dengan Ying Yai Sheng Lan dan Tsing Tsa Sheng Lan yang penulisnya –entah berdasar apa– dipastikan sebagai muslim atau bahkan haji oleh sebagian orang, adalah Xi Yang Fan Guo Zhi, susunan Gong Zhen, salah seorang awak kapal dari kalangan militer pada pelayaran terakhir Cheng Ho.

Walakin, Xi Yang Fan Guo Zhi banyak menyadur Ying Yai Sheng Lan, sehingga sedikit hal baru yang bisa diperoleh di situ. Meski begitu, terdapat perbedaan redaksional antara keduanya terkait orang-orang Tionghoa asli Guangdong dan Fujian yang menjadi pemeluk Islam itu.

Jika Ying Yai Sheng Lan mencatat “banyak” (duo), maka Xi Yang Fan Guo Zhi menegaskan “semua” (jie) orang-orang Tionghoa dari Guangzhou dan Quanzhou di Majapahit, mengimani Islam. Walau demikian, Mah Hwang dan Gong Zhen sama-sama sepakat bahwa para Tionghoa-muslim bisa berada di sana gegara “kabur”. Bedanya, Ying Yai Sheng Lan memakai cuan, sedangkan Xi Yang Fan Guo Zhi menggunakan tao –dua aksara Mandarin yang artinya persis dengan “kabur” versus “lari” dalam bahasa Indonesia. Ya, sinonim belaka.

Lantas, pertanyaannya: kenapa, dan mulai kapan mereka kabur/lari ke Nusantara, khususnya Jawa dan Sumatra? Jawabannya tentu mustahil bisa kita temukan di Ying Yai Sheng Lan dan Xi Yang Fan Guo Zhi. Saya akan coba mengupasnya secara simpel di sini.

Musabab dan Periode Pelarian

Hubungan Cina dengan Nusantara sudah terjalin sejak Dinasti Han Timur (25–220). Kala itu, Cina menamai Nusantara “Yetiao”. Dicatat pertama kali dalam jilid 6 Kitab Han Akhir (Hou Han Shu) yang dikompilasi Fan Ye (398–445), pada bulan 12 tahun ke-6 pemerintahan Kaisar Shun (131), negeri Yetiao mengirim utusan dan mempersembahkan upeti kepada Dinasti Han Timur.

Sinolog Prancis Paul Pelliot (1878–1945) dalam “Deux itinéraires de Chine en Inde à la fin du VIIIesiècle” (Dua Rute dari Cina ke India pada Akhir Abad VIII) yang termuat di Bulletin de l’École française d’Extrême-Orient Vol. 4, No. 1/2 (Janvier-Juin 1904) menyatakan, “Yetiao” adalah transkripsi dari “Jap-div” yang tak lain dan tak bukan adalah pelafalan ringkas “Yavadvipa”.

Relasi Nusantara-Cina terus terpelihara sampai Islam masuk ke Cina pada waktu Dinasti Tang (618–907) berkuasa. Saat itu, trayek utama orang-orang Arab dan/atau Persia menuju Cina adalah jalan darat melalui Asia Tengah dengan menunggangi unta. Makanya, muslim awalnya lebih terkonsentrasi di daratan Cina barat laut, terlebih Chang’an (kini Kota Xi’an) yang notabene ibu kota.

Tetapi, ketika Cina barat laut bergejolak lantaran Pemberontakan An Shi (An Shi zhi luan) dan perang melawan Kekaisaran Tibet (Tubo) yang menyerang Dinasti Tang di tengah huru-hara negeri karena pemberontakan yang terjadi sepanjang 755–763 tersebut, orang-orang Arab dan/atau Persia yang –seperti dicatat Cermin Komprehensif untuk Menyelamatkan Pemerintahan (Zizhi Tongjian) jilid 232– “lama tinggal di Chang’an, bahkan ada yang lebih dari 40 tahun, sudah beristri dan beranak,” tak pelak “terputus jalan pulangnya” (gui lu ji jue).

Alhasil, masih menukil Zizhi Tongjian jilid 232, bagi yang mau pulang atau hendak ke Cina, hanya punya dua opsi: “lewat wilayah Kekhaghanan Uighur [di Mongolia], atau jalur laut” (jia dao yu Huihe, huo zi hai dao).

Yang lebih banyak dipilih adalah jalur laut. Sebab, di waktu yang sama, pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Al-Manṣūr (754–775) dipindah ke Baghdad yang notabene daerah pesisir.

Dengan begitu, mastautin muslim yang dulunya menumpuk di Chang’an, mulai bergeser ke wilayah pinggir pantai di Cina bagian timur semacam Guangzhou. Mereka ditempatkan di wilayah khusus yang dikenal dengan sebutan fanfang, distrik komunitas asing.

Mengutip data dalam jilid 1 Peta dan Gazeter Provinsi dan Kabupaten Era Yuanhe (Yuanhe Junxian Tuzhi) susunan Kanselir Li Jifu (758–814), jumlah penduduk Chang’an menurun dari 362.990 orang pada era Kaiyuan (713–756) ke 241.220 orang pada era Yuanhe (805–820). Sebaliknya, mengacu biografi Li Mian (Li Mian zhuan) yang termaktub dalam jilid 131 Kitab Tang Lama (Jiu Tang Shu), kedatangan kapal-kapal dagang asing yang didominasi oleh saudagar-saudagar dari Arab dan/atau Persia ke Guangzhou, justru meningkat sekitar 10 kali lipat saban tahunnya.

Karena itu, ketika pemberontakan yang dikomandani penyelundup garam bernama Huang Chao –alias Bānsyū atau Yānsyū dalam literatur Arab– merangsek Guangzhou pada 264 Hijriah (sekitar 877–878 Masehi), kalangan muslim banyak sekali yang menjadi korbannya.

Abū Zaid Hasan al-Sīrāfī mensyarahkan dalam bagian 2 kitab Akhbār al-Ṣīn wa al-Hind (Kabar Cina dan India) karya Sulaimān al-Tājir yang ditulis pada 237 Hijriah (sekira 851 Masehi), pasukan Bānsyū membantai 120 ribu muslim, yahudi, nasrani, dan majusi di Khānfū (Guangzhou). Sementara Al-Mas‘ūdī (896–956) dalam juz 1 kitab Murūj al-Żahab wa Ma‘ādin al-Jauhar (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Permata) menyebut sebanyak 200 ribu muslim, nasrani, yahudi, serta majusi mati dibunuh dan tenggelam di laut saat mereka mencoba menyelamatkan diri dari ketakutan terhadap pedang (gariqa khauf al-saif) prajurit Yānsyū.

Lari ke mana? Benar, mengarungi Laut Cina Selatan menuju Jawa atau Sumatra yang strategis berkat Selat Malaka. Jika “era dinasti Tang adalah awal mula migrasi Cina ke luar negeri” sebagaimana dinyatakan Li Changfu dalam Sejarah Migrasi Cina (Zhongguo Zhimin Shi, 1937), maka pasca Pemberontakan Huang Chao inilah, barangkali, tonggak sejarah dimulainya migrasi muslim dari Cina ke Nusantara.

Walau demikian, komposisi Tionghoa-muslim kemungkinan besar tak sebanding dengan jumlah orang-orang Arab dan/atau Persia. Sebab, di masa Dinasti Tang, Tionghoa-muslim masih dalam tahap pembentukan. Pernikahan orang-orang Arab dan/atau Persia dengan masyarakat lokal belumlah lumrah dan memang sedikit banyak dibatasi oleh penguasa terutama pada masa pemerintahan Kaisar Wenzhong (836–840) untuk memudahkan pengawasan.

Tak seperti jalan darat, kendati Dinasti Tang runtuh tak lama setelah Pemberontakan Huang Chao, jalur laut tetap menjadi trayek utama perjalanan dari Timur Tengah ke Cina dan vice versa hingga pemerintahan selanjutnya: Dinasti Song dan Dinasti Yuan.

Di masa Dinasti Song (960–1279), seiring bergesernya pusat politik dan ekonomi ke Cina bagian selatan, reputasi pelabuhan Quanzhou turut terkerek dan perlahan menyalip pelabuhan Guangzhou. Guna mengurus perdagangan luar negeri yang kian meninggi, di Quanzhou didirikan Kantor Komisi Perdagangan Luar Negeri (Shibo Si) yang bahkan, ditulis Sejarah Song (Song Shi) jilid 47, selama 30 tahun dikepalai oleh muslim bernama Pu Shougeng.

Quanzhou yang oleh Ibn Baṭūṭah dalam catatan perjalanannya, Al-Riḥlah, disebut sebagai “Al-Zaitūn”, menjelma menjadi kota kosmopolitan berkumpulnya saudagar mancanegara. Dengan begitu, pelbagai macam agama luar dengan beragam alirannya tumbuh subur di sana. Sampai saat ini, Quanzhou masih dibanggakan Cina dengan sebutan “museum agama dunia” (shijie zongjiao bowuguan).

Di antara agama-agama asing itu, Islam yang paling berjaya. Sebab, sebagaimana ditulis Zhou Qufei (1135–1189) dalam Jawaban Representatif dari Balik Gunung (Lingwai Daida), dari segi kuantitas kapal dagang asing yang berlabuh, adalah kapal-kapal dagang dari Arab dan/atau Persialah yang terbanyak dan yang terkaya (nuo fan guo zhi fu sheng duo bao huo zhe, mo ru Dashi guo). Orang-orangnya juga diizinkan menikahi penduduk lokal yang kelak menjadi cikal-bakal Tionghoa-muslim suku Hui. Banyaknya muslim di Quanzhou saat itu, masih bisa kita saksikan melalui bejibunnya inskripsi aksara Arab pada batu nisan-batu nisan yang sekarang disimpan di Museum Maritim Quanzhou.

Perdagangan maritim diteruskan oleh Dinasti Yuan (1271–1368) setelah Dinasti Song ditaklukkan total oleh orang-orang Mongol itu. Saudagar-saudagar Arab dan/atau Persia pun makin intens berdatangan. Di masa ini, muslim bahkan ditinggikan strata sosialnya dan memangku jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Makanya, dalam historiografi Cina, dikenal istilah “di masa Yuan, muslim bertebaran di mana-mana” (Yuan shi Huihui bian tianxia).

Cuma, menjelang akhir pemerintahan Dinasti Yuan, terjadi konflik besar berlatarbelakang kepentingan ekonomi antara kaum Suni dan Syi‘ah di Quanzhou. Namanya Kerusuhan Ispah (Yisibasi Bingluan). Banyak korban berjatuhan pada kedua belah pihak. Masjid-masjid dan kuburan-kuburan pun diporak-porandakan dalam kekacauan yang berlangsung gegap gempita selama sepuluh tahun itu (1357–1366).

Bagi yang ingin menyelamatkan diri, kabur ke Nusantara lagi-lagi menjadi pilihan ideal. Sejak zaman Sriwijaya, sebagaimana dicatat Zhu Yu (960–1279) dalam Cerita dari Pingzhou (Pingzhou Ketan) jilid 2, Nusantara memang dijadikan tempat memperbaiki kapal, bongkar muat barang dagangan, dan berkumpulnya pedagang-pedagang dari Cina yang akan ke Timur Tengah atau sebaliknya (Huaren yi Dashi, zhi Sanfoqi xiu chuan, zhuan yi huo wu, yuan jia fu cou).

Sayang, setelah Dinasti Yuan ditundukkan Dinasti Ming (1368–1644), laut yang setelah sekian lama menopang hidup khalayak luas, mulai dipersempit kegunaannya untuk kepentingan ekonomi kedinastian saja. Perdagangan swasta sengaja diberangus melalui apa yang dikenal dengan kebijakan haijin.

Ringkasnya, haijin adalah kebijakan pelarangan melaut untuk berniaga secara mandiri ke luar negeri bagi seluruh warga Cina saat itu. Perdagangan mancanegara hanya boleh dilakukan melalui dan/atau oleh pemerintah. Dinasti Ming tak segan menggunakan senjata untuk mengganyang mereka yang melanggar.

Namun, pihak swasta –umumnya merupakan penduduk pesisir dengan pelabuhan internasional besar nan terkenal macam Guangzhou dan Quanzhou– yang merasa dikerangkeng ruang gerak mata pencahariannya sesudah haijin diberlakukan pada pengujung 1371, memilih menerobos regulasi dimaksud supaya kebutuhan hidup mereka yang utamanya bersandar pada jual-beli dengan negara lain lewat jalur maritim, bisa tetap terpenuhi seumpama ketika era pemerintahan tiga dinasti pra-Ming: Tang, Song, dan Yuan.

Nah, di antara para pelanggar haijin yang kabur ke Nusantara, adalah Shi Jinqing, saudagar asal Guangdong. Di Ying Yai Sheng Lan dan Xi Yang Fan Guo Zhi, Shi Jinqing disebut-sebut sebagai orang yang berjasa melaporkan kebengisan Chen Zuyi –yang juga merupakan pedagang pelanggar haijin dari Guangdong– merompak kapal-kapal yang melintas di perairan Palembang, kepada Cheng Ho.

Berdasar laporan Shi Jinqing itu, sebagaimana diungkap Catatan Fakta Ming (Ming Shilu) bagian “Catatan Fakta Kaisar Yongle” (Taizong Shilu) jilid 71, armada Cheng Ho “membunuh lebih dari 5000 orang komplotan, membakar 10 kapal, menawan 7 kapal, dan merampas 2 stempel perunggu [lambang kekuasaan]” Chen Zuyi.

Berkat jasanya tersebut, masih menurut Ying Yai Sheng Lan dan Xi Yang Fan Guo Zhi, Dinasti Ming kemudian mengangkat Shi Jinqing sebagai “pemimpin besar” (da toumu) –atau disebut juga “duta pasifikasi” (xuanwei shi)– komunitas Tionghoa di Palembang. Mungkin inilah yang dikira sebagai “Muslim/Hanafi Chinese community” oleh Parlindungan.

Belakangan, putri Shi Jinqing yang bernama Shi Dajie alias Nyai Gede Pinatih, menjadi syahbandar di Gresik. Dialah pengasuh Raden Paku dan penyokong finansial Giri Kedaton.

| Novi Basuki
Penulis adalah kontributor Historia di Cina, sedang studi doktoral di Sun Yat-sen University, Cina.
source

Kiarajangkung, Ubud-nya Jawa Barat yang Belum Tersentuh Pengembangan Wisata

PEMANDANGAN pesawahan luas di Desa Kiarajangkung, Kecamatan Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis, 27 Desember 2018. Pesawahan Kiarajangkung hingga kini minim tersentuh pengembangan wisata dari pemerintah.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR

HAMPARAN pesawahan dengan lekuk pematangnya tak hanya ada di Ubud, Pulau Bali. Di Kabupaten Tasikmalaya, pemandangan macam itu terdapat di Desa Kiarajangkung, Kecamatan Sukahening.

Wisatawan atau pengunjung yang gandrung akan keindahan hamparan sawah serta tradisi para petani tak perlu jauh-jauh mendatangi Ubud. Kiarajangkung punya semua hal tersebut.

Terletak di bawah deretan Gunung Galunggung dan Talaga Bodas, Kiarajangkung memang belum menjadi obyek wisata populer di Tasikmalaya, Jawa Barat, apalagi secara nasional.

Namun, tengoklah pesona indah hamparan sawahnya. Bukit-bukit kecil Kiarajangkung bertonjolan di antara pesawahan luas. Tebing-tebing bukit itu pun menjadi area pesawahan dengan metode terasering yang sering terlihat di Ubud.

Mendatangi lokasi tersebut, Kamis, 27 Desember 2018 sore. Cuaca agak mendung dengan kabut-kabut menggelayuti bukit-bukit Kiarajangkung.

Namun, keelokan pesawahan langsung menyergap mata saat tiba di tepi jalan. Warna padi yang kuning dan hijau mendominasi hamparan sawah yang terletak di cekungan atau lembah Kiarajangkung.

Tak terlihat pengunjung atau wisatawan di tempat tersebut. Hanya beberapa warga tampak beraktivitas di sana. Obir (50), warga Kampung/Desa Kiarajangkung mengungkapkan jarangnya pengunjung yang mendatangi daerahnnya.

Entah karena minimnya informasi atau ketidakmampuan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mempromosikannya, Kiarajangkung sepi dari pengunjung yang ingin berekreasi atau tetirah.

“Sawah ini dari dulunya,” ujar Obir. Sawah-sawah tersebut, lanjutnya, memang dimiliki warga yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Upaya mengembangkan Kiarajangkung sebagai destinasi wisata Tasikmalaya pun minim dilakukan pemerintah dan aparat kewilayahan.

Padahal, lanjut Obir, Kiarajangkung memiliki potensi wisata yang menjanjikan bila dikembangkan. Selain menambah pendapatan pemerintah daerah, wisata agraris Kiarajangkung pun bakal menambah penghasilan warga.

“Bakal ramai, bakal berkembang (masyarakat),” ujar Obir.

Perekonomian warga tentu akan menggeliat. Warga bisa menjadikan rumahnya sebagai penginapan sederhana bagi pengunjung, berdagang makanan dan cendera mata.

Dengan membuat pematang sawah laik dan aman untuk dilintasi, pengunjung bisa berjalan menyusurinya sembari berfoto atau sekadar menikmati pemandangannya saja. Selain itu, tradisi agraris yang masih melekat pada warga bakal menarik minat pengunjung.

Mereka yang datang dari kota dan tak akrab dengan tradisi petani, kemungkinan tertarik untuk belajar mengolah sawah dan menanam padi. Di dekat pesawahan, pengunjung bisa pula berwisata ke Puncak Pelita yang jaraknya tak jauh.

Puncak Pelita adalah kawasan perbukitan yang telah masuk wilayah Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya. Banyaknya potensi wisata yang belum tergali di Bumi Sukapura diakui Mojang Wakil 1 Duta Wisata Kabupaten Tasikmalaya Dini Asmiatul Amanah (21).

“Hamparan pesawahan di daerah Sukahening dan Sukaratu pun menjadi salah satu daerah yang sangat memanjakan mata. Keindahan alam hijau serta udara yang sejuk tentu menjadi obat bagi kita yang jenuh dengan kegiatan sehari-hari,” kata Dini.

Akan tetapi, lanjutnya, keindahan wisata yang ada belum semuanya dapat dinikmati. Pasalnya, sejumlah lokas wisata itu belum tersentuh pemerintah guna dikembangkan. Salah satu persoalannya adalah sulitnya akses menuju tempat wisata.

“Jika kondisi infrastruktur dan fasilitas penunjang lainya telah ada, hal ini dapat mendukung tumbuhnya sektor pariwisata,” ujar mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia itu.

Dini mencontohkan pula keberadaan curug atau air terjun yang begitu banyak di Kabupaten Tasikmalaya. Lagi-lagi permasalahan akses menuju lokasi yang sukar terjangkau menjadi kendala pengembangannya.

Matahari semakin menghilang di Kiarajangkung menjelang Magrib. Kabut-kabut mulai turun dari perbukitan. Pemandangan pesawahan malah tambah cantik seakan permadani di negeri kahyangan. Tanah berlumpur yang diberkahi kesuburan di Bumi Sukapura itu mulai terguyur gerimis yang lirih dan sepi.

Cag..!

SEJARAH ISLAM PERTAMA KALI MASUK  KE INDONESIA YANG BELUM DIKETAHUI OLEH UMAT ISLAM

Adakah diantara kita yang pernah membaca buku sejarah bahwa Sahabat Nabi Ali bin Abi Talib pernah ke Jepara Indonesia?

Islam masuk ke indonesia pada kekhalifahan Generasi Terbaik (Khulafaur Rasyidin)

Islam pertama kali masuk ke indonesia BUKAN melalui jalur perdagangan dan bukan dalam hal perekonomian

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman ﷺ :

وَماَ أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ –

Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam“. (Qs. AL-Anbiya:107)

Ali bin Abi Thalib, pernah datang dan berdakwah di Garut, Cirebon, Jawa Barat (Tanah Sunda), Indonesia, tahun 625 M. [1]

Ja’far bin Abi Thalib, berdakwah di Jepara, Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah (Jawa Dwipa), Indonesia,sekitar tahun 626 M. [2]

Ubay bin Ka’ab, berdakwah di Sumatera Barat, Indonesia, kemudian kembali ke Madinah. Sekitar tahun 626 M. [3]

Abdullah bin Mas’ud, berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali lagi ke Madinah sekitar tahun 626 M. [4]

‘Abdurrahman bin Mu’adz bin Jabal, dan putera-puteranya Mahmud dan Isma’il, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sekitar tahun 625 M. [5]

Akasyah bin Muhsin Al-Usdi, berdakwah di Palembang, Sumatera Selatan dan sebelum Rasulullah Wafat, ia kembali ke Madinah sekitar tahun 623 M. [6]

Salman Al-Farisi, berdakwah Ke Perlak, Aceh Timur dan Kembali Ke Madinah sekitar tahun 626 M. [7]

Seperti yang kita ketahui bersama, sebelumnya di pelajari di sekolah bahwa Islam datang melalui pedagang gujarat india, faktanya adalah bukan seperti Itu.

Ini cara para orientalis yang disebarkan oleh orientalis terkemuka Belanda.

Pertama kali yang melakukan adalah J. Pijnapel, lalu Snouck Hurgronje yang ingin menutupi sejarah bahwa Indonesia adalah bagian pada kekhilafahan Utsman bin Affan, karena itu dalam hal konteks ini Indonesia patut diperhitungkan.

Demi mencapai tujuannya itu, ia mempelajari bahasa Arab, mengaku sebagai seorang Muslim dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya_

Sebuah artefak ditemukan, tepatnya di pulau Jawa yaitu KALINGGA, Jepara.

Pada tahun 640-650 M ada sebuah kerajaan yang ratunya adil bernama RATU SIMA dan anaknya bernama RATU JAYISIMA.

Ketika itu ada seseorang dari tanah arab yang diutus pada masa Utsman bin Affan dari BANI UMAYYAH. Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama (Muawiyah bin Abu Sofyan) setelah masa Khulafar Rasyidin.

Lalu singgah di Kalingga-Jepara, kemudian Ratu Sima dan Putrinya masuk Islam, masa pemerintah tahun 646-650 M.

Islam belum berkembang saat itu, hàl ini ditandai dengan adanya surat-menyurat (korespondesi) antara Ratu Sima pada masa Bani Umayyah untuk mendatangkan guru-guru berdakwah.

Surat-surat mereka sekarang tersimpan di MUSEUM GRANADA, SPANYOL. Indonesia adalah salah satu sasaran atau tujuan sahabat-sahabat nabi untuk berdakwah.

Setelah masa kekhalifahan Utsman Bin Affan, lalu Ali bin Abu Thalib dan kemudian di gantikan oleh tabi’in UMAR BIN ABDUL AZIZ yg memerintah pada tahun 711 M.

Selanjutnya, 7 tahun kemudian tepatnya 718 M, Khalifah UMAR BIN ABDUL AZIZ dan anaknya ABDUL MALIK menginjakan kaki di Palembang – Sumatra Selatan.

Pada waktu itu Palembang dipimpin oleh seorang Raja Sriwijaya yg bernama RAJA SRINDRA VARMA.

Ternyata dakwah Umar bin Abdul Aziz membuat Raja tertarik lalu masuk islam. Hal ini dibuktikan di makamnya tertuliskan kalimat Lailla hailallah Muhammad Rasulullah.

Kemudian di tandai juga dengan adanya surat-menyurat antara Raja Srindra Varma dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang juga meminta didatangkannya para guru untuk berdakwah. Saat ini surat-suratnya di simpan di Museum Oxford, inggris.

Setelah Rasulullah ﷺ wafat, sahabat-sahabat nabi menyebar keseluruh penjuru dunia untuk berdakwah, profesi mereka yang utama pada waktu itu. Maka benarlah akan nubuwah Rasulullah ﷺ yang bersabda:

Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya dari negeri Habasyah.
Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku.
Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh kalian perkara agama yang diada-adakan karena semua yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Dzahabi dan Hakim, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al jami’ no. 2549)

Sejak 633 M, Rasulullah ﷺ wafat
maka khulafaur Rasyidin yang memimpin.
Tahun 634 M kekhalifahan Abu Bakar = 2 thn.
Tahun 644 M kekhalifahan Umar Bin Khattab = 10 thn.
Tahun 657 M kekhalifahan Utsman Bin Affan = 13 thn.
Tahun 661 M kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib = 5 thn.
Jadi totalnya adalah selama 30 tahun.

Inilah 30 tahun masa khilafah ala manhaj nubuwwah, seperti disebutkan oleh Nabi shallalahu alaihi wa sallam tersebut diatas.
Bahwa begitulah kehebatan dan keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ dalam memimpin strategi dakwah islam ke seluruh dunia.

Dengan mendalami atau memahami sejarah maka Aqidah kita akan lurus yang harus diimbangi dengan akhlakul karimah.

Semoga Bermanfaat
Wa billahi taufiq walhidayah.

Wallahu a’lam bishshowab

@kaefota

▫▫▫▫▫▫▫▫▫

Perlu diketahui:

➰ Bilal Bin Rabbah tidak dimakamkan di Saudi Arabia melainkan di Damascus.

➰ Sa’ad Bin Abi Waqas tidak dimakamkan di Madinah atau Mekkah melainkan di Guang Zsu (Cina).

➰ Abu Kasbah berdakwah dan dimakamkan di Tiongkok.

Footnote:
[1] Sumber: H. Zainal Abidin Ahmad, Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang, 1979; Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.31; S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39)
[2] Sumber: Habib Bahruddin CV), 1929, h.33)
[3] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.35
[4] Sumber: G. E. Gerini, Futher India and Indo-Malay archipelago
[5] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.38
[6] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39; Pangeran Gajahnata, Sejarah Islam Pertama Di Palembang, 1986; R.M. Akib, Islam Pertama di Palembang, 1929; T. W. Arnold, The Preaching of Islam, 1968.
[7] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39.
🔘 Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh (Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)
🔘 Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet. III; Jakarta;

ARYA WIRARAJA, PENDIRI KERAJAAN ISLAM TERTUA DI TANAH JAWA?

 

Dakwah Islam di Tanah Jawa, sejatinya telah ada ratusan tahun sebelum masa Wali Songo. Di wilayah Lumajang, Jawa Timur pada sekitar abad 12-13 Masehi, dikenal sosok Penyebar Islam yang terkemuka, yaitu Syeikh Abdurrohman Assyaibani.

Syeikh Abdurrohman merupakan cucu dari sepupu Imam Ahmad bin Hambal dan sekaligus juga menantu keluarga dinasti Kerajaan Lumajang

Arya Wiraraja, Pendiri Kerajaan Islam Tertua di Tanah Jawa

Arya Wiraraja, Pendiri Kerajaan Islam Lumajang

Pada abad ke-13, di Tanah Jawa telah berdiri Kerajaan Islam, tepatnya di daerah Lumajang. Fakta ini sekaligus membantah Kesultanan Demak yang berdiri pada abad ke-15 sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Pendiri Kerajaan Islam Lumajang (Lamajang Tigang Juru) adalah sosok yang dikenal sebagai mitra dari Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit), yakni Arya Wiraraja.

Klan Pinatih di Bali, percaya bahwa leluhur mereka Arya Wiraraja adalah seorang Muslim. Hal ini terbukti dengan keberadaan makam leluhurnya itu di dusun Biting (benteng), Desa Kutorenon, Kec, Sukadana, Kab. Lumajang.

Arya Wiraraja, Pendiri Kerajaan Islam Tertua di Tanah Jawa2

Arya Wiraraja adalah kerabat Kerajaan Singasari, ibunya bernama Nararya Kirana merupakan putri Penguasa Singasari Prabu Seminingrat Wisynuwarddhana.

Pada sekitar tahun 1269, Arya Wiraraja sempat menjabat sebagai Rakryan Demung Singasari, kemudian diangkat menjadi adipati Sumenep Madura (sumber : Antara Arya Wiraraja Dan Sri Kertanegara).

Ketika menjadi Adipati Sumenep, Arya Wiraraja ikut membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Atas jasanya itu pada tahun 1296, ia mendapat hak menjadi penguasa di daerah sekitar Lumajang, Probolinggo hingga ke timur sampai Banyuwangi (sumber : Antara Raden Wijaya, Arya Wiraraja, Sampai Kebo Anabrang).

Kedekatan keluarga Penguasa Lumajang dengan para ulama Islam terbilang sangat dekat. Hal ini terbukti salah seorang bibi dari Penguasa Lumajang, Arya Menak Koncar (Pengganti Arya Wiraraja) yang bernama Roro Wulandari menikah dengan  Syeikh Abdurrohman Assyaibani.

Pada Raja yang ke-5 Arya Tepasana, kedua putrinya menikah dengan keluarga Wali Songo. Putrinya bernama Nyimas Ayu Tepasari diperistri oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati), sementara putrinya yang lain Nyimas Ayu Waruju diperistri Raden Mahmud Pangeran Sapanjang putera Raden Ali Rahmat (Sunan Ampel).

Wallahu a’lamu bishshawab

 

source

MISTERI AJARAN KAPITAYAN

 

Misteri Ajaran Kapitayan, Jejak Monotheisme dalam Keyakinan Purba masyarakat Nusantara?

Adalah satu kekeliruan, jika kita beranggapan Leluhur masyarakat Nusantara, adalah penganut animisme, penyembah benda-benda alam.

Leluhur Nusantara di masa purba, telah memiliki keyakinan monotheisme, yang disebut “Ajaran Kapitayan”.

purba1a

Ajaran Tauhid dalam Keyakinan Kapitayan

Ajaran Kapitayan menyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta ini, diciptakan oleh Sang Maha Kuasa, yang di-istilahkan sebagai Sang Hyang Taya. Sosok Sang Hyang Taya, memiliki makna Dzat yang tidak bisa didefinisikan, yang tidak dapat didekati dengan Panca Indra.

Kepercayaan Ajaran Kapitayan kepada Sang Maha Pencipta, tentu tidak lepas dari ajaran Tauhid yang dibawa oleh leluhur umat manusia Nabi Adam.

Setelah peristiwa bencana di masa Nabi Nuh, ajaran monotheisme ini kemudian disebarluaskan oleh pengikut serta keluarga Nabi Nuh ke seluruh penjuru dunia.

Jejak ajaran Tauhid Nabi Nuh, nampaknya memberkas kepada ajaran Kapitayan yang dianut oleh leluhur masyarakat Nusantara di masa Pra Sejarah.

purba2

Ajaran Kapitayan bukan Animisme

Dalam perkembangan selanjutnya, ajaran Kapitayan yang awalnya merupakan kepercayaan monotheisme, mengalami pergeseran.

Sang Hyang Taya yang Maha Ghaib, kemudian muncul dalam pribadi “TU”. “TU” lazim disebut Sanghyang Tu-nggal yang memiliki 2 sifat, yaitu sifat yang baik disebut Tu-Han dan sifat yang tidak baik disebut Han-Tu.

Sosok Kekuatan Sang “TU” dalam ajaran ini, diyakini berada (mempribadi) kepada benda-benda yang memiliki kosa kata Tu atau To, seperti : wa-Tu (Batu), Tu-rumbuk (pohon beringin), Tu-gu, Tu-lang, Tu-ndak (bangunan berundak), Tu-tud (hati,limpa), To-san (pusaka), To-peng, To-ya (air).

Melalui sarana benda-benda ini, masyarakat Pra Sejarah melakukan persembahan dalam bentuk sesaji.

Sesaji yang diletakkan di benda-benda alam ini, kemudian disalah artikan sebagai bentuk penyembahan kepada benda-benda alam (animisme). Padahal sejatinya merupakan sarana peribadatan kepada “Sang Pencipta”, dalam bentuk sajian yang disebut Tumpeng.

Wallahu a’lamu bishshawab

Referensi :
1. Sejarah Nasi Ambeng, oleh Dr. Agus Sunyoto (Youtube)
2. Kapitayan : Agama Bangsa Nusantara
3. Agama kapitayan dan Sejarah Nasi Ambeng

 

source

Para Penguasa Indonesia Paling Hebat dari Masa Kerajaan Hingga Republik

Terbukti, sejak masa lalu Indonesia sudah menjadi wilayah yang hebat.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Sebelum menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, negeri ini dulunya merupakan wilayah yang dikuasai banyak sekali raja. Semuanya memerintah dengan hebat pengaruhnya sampai ke luar negeri.

Beberapa fakta ini membuktikan, jika di masa lalu negeri ini telah menjadi wilayah yang sangat hebat. Bahkan disegani oleh banyak kerajaan di seluruh dunia. Kehebatan ini tak lepas dari para penguasanya yang mampu menjalankan kewajibannya dengan sangat baik.

Berikut ini adalah 5 (lima) penguasa Indonesia yang sangat hebat dan mampu membuat Indonesia menjadi wilayah yang dihormati, bahkan ditakuti, siapa sajakah mereka?

1 mahkota-hayam-wuruk

1. Hayam Wuruk – Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk adalah salah satu Raja Kerajaan Majapahit yang sangat hebat. Di tangannya, Majapahit mampu menguasai banyak sekali wilayah di Nusantara. Bahkan sampai ke wilayah semenanjung Malaya yang saat ini menjadi negara Malaysia. Kejayaan ini bisa dicapai atas bantuan tangan kanannya yang kita kenal dengan nama Gajah Mada.

Hayam Wuruk tak hanya menguasai banyak wilayah saja. Ia juga mengembangkan sistem perdagangan hingga membuat negerinya kian makmur. Selain itu ia juga banyak sekali melakukan hubungan diplomasi dengan banyak kerajaan hingga akhirnya kekuatan Majapahit kian tak bisa ditandingi.

Sayangnya Majapahit arus runtuh dan berganti kerajaan baru akibat Islam mulai masuk negeri ini. Sekarang coba bayangkan jika Indonesia masih memiliki kerajaan terhebat ini, kira-kira apa yang akan terjadi ya?

2 Jayabaya-–-Kerjaan-Kadiri

2. Jayabaya – Kerajaan Kadiri

Jayabaya adalah salah satu raja dari Kerajaan Kadiri. Ia disebut-sebut sebagai raja terhebat dalam sejarah berdirinya kerajaan ini. Di tangannya, banyak sekali wilayah takluk dan bertekuk lutut.

Salah satu kerajaan yang akhirnya menjadi wilayah dari Kadiri adalah Jenggala. Kerajaan ini akhirnya menyebar dan hampir menguasai semua wilayah di Jawa Timur.

Kehebatan perang yang terjadi antara Kadiri dan Jenggala pun dianggap sebagai perang yang suci. Mirip sekali dengan perang antara Pandawa dan Kurawa.

Hal ini tertulis dalam sebuah kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh Empu Sedah da Empu Panuluh pada tahun 1157. Sayangnya Kerajaan Kadiri ini akhirnya runtuh akibat perang dengan kerajaan Tumapel.

3 Candi-Singasari-yang-dibangun-saat-masa-kejayaan-Kertanegara

3. Kertanegara – Kerajaan Singasari

Kertanegara adalah raja terakhir dari Singasari. Ia memerintah selama 20 tahun mulai tahun 1272-1292. Di bawah kepemimpinannya, Singasari menjadi kerajaan yang sangat hebat. bahkan mulai mengalihkan wawasannya ke luar Pulau Jawa.

Akhirnya sang raja mulai mengirimkan kapal-kapal untuk melakukan Ekspedisi Palamayu. Ekspedisi ini dilakukan untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng yang mampu menghadang serangan tentara dari Mongolia.

Pada masa Kertanegara, persahabatan dengan kerajaan di luar negeri mulai terjalin dengan baik. Kehebatan Singsari bahkan sampai ke telinga Kubilai Khan yang menjadi Kaisar Mongol.

Mereka bahkan sampai mengirim utusan dan mengantarkan surat yang isinya agar Singasari mau mengakui kedaulatan Mongolia. Dan tentu saja hal ini ditolak secara tegas. Menurut kita Negarakertagama, Singasari banyak sekali menguasai wilayah di Indonesia dan luar negeri seperti Melayu, Bali, Pahang, Gurun dan Bakulapura.

4 Arca-jadi-perwujudan-Tribuwana-Tunggaldewi

4. Tribuwana Tunggal Dewi – Kerajaan Majapahit

Tribuwana adalah ratu pertama dari Kerajaan Majapahit. Ia naik tahta atas bantuan ibunya yang bernama Gayatri. Ada yang bilang jika Tribuwana hanyalah boneka dari Gayatri, namun nyatanya Tribuwana mampu menjadi seorang yang hebat dan membuktikan jika dirinya mampu melakukan banyak hal dan membuat Majapahit menjadi negeri yang sangat hebat.

Di tangan Tribuwana, kerajaan ini mulai memasuki masa keemasan. Ia menaklukkan beberapa kerajaan yang ada di Bali dan menaklukkan sisa Kerajaan Sriwijaya.

Saat Tribuwana memerintah ia mengangkat Gajah Mada yang akhirnya memberikan Sumpah Palapa yang masih kita kenal sampai sekarang. Pada masa ini kejayaan Majapahit mulai nampak hingga akhirnya diteruskan oleh Hayam Wuruk.

5 Penguasa Indonesia Paling Hebat dari Masa Kerajaan

5. Soeharto – Keluarga Cendana

Salah satu orang paling berpengaruh di Indonesia modern adalah Presiden Soeharto. Ia memimpin negeri ini kurang lebih 32 tahun. Selama rentang ini Indonesia telah dibawa ke zona pembangunan yang cukup maju.

Terlepas dari kasus yang menjerat beliau di masa lalu. Kita tak bisa menutup mata akan kehebatannya. Di bawah kepemimpinan beliau Indonesia bisa menjadi lumbung padi dan masyarakat hidup dengan damai dan sejahtera.

Soeharto adalah penguasa hebat Indonesia yang memberikan banyak sekali pengaruh baik namun dalam beberapa hal juga harus mendapatkan sentilan dalam hal keadilan dan HAM.

Siapakah yang kira-kira paling banyak memberikan manfaat bagi masyarakatnya? Era Modern atau era Kerajaan Nusantara?

MISTERI HATI WANITA

curhatan

1. Menangis dalam hati
Bila seorang wanita mengatakan dia sedang bersedih,tetapi dia tidak meneteskan air mata, itu berarti dia sedang menangis di dalam hatinya.

2. Beri waktu
Bila dia tidak menghiraukan setelah menyakiti hatinya, lebih baik beri dia waktu untuk menenangkan hatinya sebelum menegur dengan ucapan maaf.

3. Patah hati
Wanita sulit untuk mencari sesuatu yang dia benci tentang orang yang paling dia sayang (karena itu banyak wanita yang patah hati bila hubungannya putus di tengah jalan).

4.Tak bisa melupakan
Jika sorangwanita jatuh cinta dengan seorang lelaki, lelaki itu akan sentiasa ada di pikirannya walaupun ketika dia sedang dengan lelaki lain.

5. Mudah mencair
Bila lelaki yang dia cintai merenung tajam ke dalam matanya,dia akan cair seperti coklat.

6. Tidak tau menerima pujian
Wanita memang menyukai pujian tetapi selalu tidak tahu cara menerima pujian.

7. Tolak dengan lembut
Jika Anda tidak suka dengan gadis yang menyukai setengah mati, tolak cintanya dengan lembut, jangan kasar karena ada satu semangat dalam diri wanita yang anda tak akan tahu bila dia telah membuat keputusan, dia akan melakukan apa saja.

8. Berbaik hatilah
Jika seorang gadis sedang menjauhkan diri darimu setelah anda tolak cintanya, biarkan dia untuk seketika. Jika masih ingin menganggap dia seorang kawan, cobalah tegur dia perlahan-lahan.

9. Menumpahkan rasa
Wanitasuka meluahkan apa yang mereka rasa. Musik, puisi,lukisan dan tulisan adalah cara termudah mereka meluahkan isi hati mereka.

10. Merasa tak berguna
Jangan sesekali beritahu kepada perempuan tentang apa yang membuat mereka langsung merasa tak berguna.

11. Tidak suka seserius
Bersikap terlalu serius bisa mematikan mood wanita.

12. Penyebar berita
Bila pertama kali lelaki yang dicintainya sedang diam memberikan respon positif, misalnya menghubunginya melalui telepon, si gadis akan bersikap acuh tak acuh seolah-olah tidak berminat, tetapi sebenarnya dia akan berteriak senang dan tak sampai sepuluh menit, semua teman-temannya akan tahu berita tersebut.

13. Jangan sembarangan senyum
Sebuah senyuman memberi seribu arti bagi wanita. Jadi jangan senyum sembarangan kepada wanita.

14. Mulai persahabatan
Jika menyukai sorang wanita, mulailah dengan persahabatan. Kemudian biarkan dia mengenalmu lebih dalam.

15. Jika banyak alasan
Jika sorang wanita memberi seribu satu alasan setiap kali di ajak keluar, tinggalkan dia karena dia memang tak berminat denganmu.

16. Menunggu
Tetapi jika dalam waktu yang sama dia menghubungimu atau menunggu panggilan darimu, teruskan usahamu untuk memikatnya.

17. Tidak suka ditebak
Jangan sesekali menebak apa yang dirasakannya.Tanya dia sendiri.

18. Suka bertanya
Setelah sorang gadis jatuh cinta,dia akan sering bertanya-tanya mengapa aku tak bertemu lelaki ini lebih awal.

19. Penyuka romantis
Kalau masih mencari-cari cara yang paling romantis untuk memikat hati sorang gadis,bacalah buku-buku cinta.

20. Foto bersama
Bila setiap kali melihat foto bersama,yang pertama dicari oleh wanita ialah siapa yang berdiri di sebelah buah hatinya, kemudian barulah dirinya sendiri.

21. Mantan pacar
Mantan pacarnya akan selalu ada di pikirannya tetapi lelaki yang dicintainya sekarang akan berada di tempat teristimewa di hatinya.

22. Sapaan
Satu ucapan ‘Hi’ saja sudah cukup menceriakan harinya.

23. Sembunyi
Teman baiknya saja yang tahu apa yang sedang dia rasa dan lalui.

24. Benci berbaik-baik untuk cewek lain
Wanita paling benci lelaki yang berbaik-baik dengan mereka semata-mata untuk menggaet kawan mereka yang paling cantik.

25. Kesetiaan
Cinta berarti kesetiaan, jujur dan kebahagiaan tanpa syarat.

26. Sepenuh hati
Semua wanita menginginkan seorang lelaki yang dicintainya dengan sepenuh hati.

27. Air mata
Senjata wanita adalah airmata.

28. Disayangi
Wanita suka jika sesekali orang yang disayanginya memberi surprise buatnya (hadiah, bunga atau sekadar kata-kata romantis).Mereka akan terharu dan merasakan bahwa dirinya dicintai setulus hati.Dengan ini dia tak akan ragu-ragu terhadapmu.

29. Jatuh hati
Wanita mudah jatuh hati pada lelaki yang perhatian padanya dan baik terhadapnya, kalau mau memikat wanita pandai-pandailah..

30. Ambil hati
Sebenarnya mudah mengambil hati wanita kerena apa yang dia mau hanyalah perasaan dicintai dan disayangi sepenuh jiwa.

@kaefota©

Dakwah Islam di Semarang, pada abad ke-15 dan 16 Masehi ?

 

Dalam buku “Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara”, tulisan Slamet Muljana, diceritakan pada tahun 1413 armada Laksamana Sam Po Bo singgah di Semarang selama satu bulan.

Sebagai muslim yang taat, Laksamana Sam Po Bo (Cheng Ho), berserta pembantunya Ma Huan dan Fe Tsin, sering kali terlihat beribadah di Masjid setempat.

dakwah-i_slam-di-semarangsunantembayat

Dakwah Islam di Semarang (Bergota/Pragota)

Pada tahun 1392 Saka (1470 Masehi), Semarang mendapat serangan dari daerah Matahun yang didukung Mataram dan Demak. Akibat serangan ini, Bhatara Katwang Yang Dipertuan Samarang, gugur dan digulingkan dari kekuasaannya (sumber : radarkediri.netMisteri Pasukan “Lebah Emas”, dalam kemelut kekuasaan Kerajaan Majapahit ?).

Peristiwa penyerangan ini, kemudian dibalas oleh Adipati Palembang Ario Dillah, dengan mengirimkan sekitar 10.000 balatentara. Dalam waktu singkat, Semarang berhasil dikuasai oleh tentara Palembang yang dibantu pasukan dari Bintara, Terung, Surabaya dan Pengging.

Selanjutnya Adipati Ario Dillah, menikahkan puteranya Raden Sahun dengan puteri Bhatara Katwang, yang bernama Nyai Sekar Kedaton. Sekaligus mengangkat putera sulungnya itu menjadi Adipati Semarang.

Peran Raden Sahun dalam perkembangan dakwah Islam di Semarang cukup besar. Pada sekitar tahun 1418 Saka (1496 Masehi), ia meresmikan Tirang Amper sebagai pusat kegiatan penyiaran Islam.

Ditunjuk sebagai pimpinan padepokan adalah Maulana Islam (Sunan Semarang) bin Maulana Ishaq (sumber : Sejarah berdirinya SemarangSejarah Sunan Pandanaran,  Sunan Katong Kaliwungu).

Kedekatan Raden Sahun dengan dakwah Islam bisa dipahami, karena ibunda Raden Sahun, yang bernama Nyimas Sahilan binti Syarif Husein Hidayatullah (Menak Usang Sekampung), berasal dari keluarga ulama Penyebar Islam di Sumatera Selatan.

Serat Kandaning Ringgit Purwa mencatat, bersamaan tahun peresmian Padepokan Tiran Amper (1496 M), Adipati Semarang wafat dan digantikan oleh Raden Kaji (Sumber : Islamisasi Jawa Bagian Selatan: Studi Masjid Gala Sunan Bayat Klaten, tulisan Retno Kartini Savitaningrum Imansyah [Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta]).

Kehadiran Padepokan Islam di Tiran Amper telah berhasil menarik minat penduduk setempat untuk memeluk Islam. Setelah wilayah Tiran Amper, kemudian dibangun juga Pesantren di daerah Pengisikan yang sekarang disebut Bubakan.

Pada abad ke-16, Semarang kedatangan beberapa tokoh penyebar Islam, diantaranya Pangeran Mande Pandan bin Pangeran Madiyo Pandan bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Patah (sumber : Pangeran Mande PandanSitus Makam Mugas Semarang), kemudian ada lagi Pangeran Mangkubumi bin Sayyid Hamzah (Pangeran Tumapel) bin Sunan Ampel.

Misteri Susuhunan Tembayat

Sejarah mencatat pada tanggal 2 Mei 1547, di Kota Semarang  mengukuhkan seorang Adipati yang baru. Peristiwa ini kemudian menjadi tanggal hari jadi Kota Semarang. Sang Adipati menurut kepercayaan rakyat Semarang kelak dikenal sebagai Sunan Bayat (Susuhunan Tembayat).

Susuhunan Tembayat merupakan ulama terkemuka, di masa menjelang berdirinya Kerajaan Pajang (1568 M), beliau seangkatan dengan Sunan Giri Parapen, Sunan Padusan dan Sunan Geseng (sumber : wirid hidayat jati).

Berbeda dengan Serat Kandaning Ringgit Purwa, sosok yang dianggap sebagai Sunan Bayat adalah Raden Kaji, yang menjabat Adipati Semarang pada periode 1496-1512.

Pendapat ini didukung temuan arkeologis pada Gapura Segara Muncar, yang terdapat di lokasi makam Susuhunan Tembayat, disana tertera candra sengkala dengan tulisan jawa yang berbunyi “Murti Sarira Jleking Ratu” atau tahun 1448 Saka (1526 M) (sumber : makam Sunan Pandanaran).

Tokoh Sunan Bayat (Susuhunan Tembayat atau Sunan Pandanaran), sering kali menjadi polemik di tengah masyarakat, ada yang menyatakan ia adalah putera Maulana Islam (Sunan Semarang), versi lain mengatakan ia keturunan Raden Sahun, ada juga argumen beliau adalah nama lain dari Pangeran Mande Pandan dan pendapat bahwa yang bersangkutan adalah gelar dari Pangeran Mangkubumi bin Sayyid Hamzah.

WaLlahu a’lamu bishshawab

 

source